Senin, 24 Mei 2010

kasus pilkada Sulsel ,, ,, ,, ,, ,, ,, >.>>......>>>....

tanggung jawab dalam menyelesaikan sengketa politik dengan melegalkan secara kene.masyarakat harus memastikan pada negara kalau masyarakat siap menyelesaikannya melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat dengan menjalani demokrasi kampung atau nilai-nilai demokrasi yang bersumber pada kebudayaan lokal yang sebenarnya telah teruji, namun ditinggalkan oleh negara...MEMANASNYA suhu politik di aras lokal beberapa waktu belakangan ini tak lepas dari manuver sejumlah elite di level nasional, yang kemudian diikuti oleh politisi di daerah. Paska putusan Mahkama Agung (MA) pada tanggal 19 Desember 2007 yang ‘memerintahkan’ agar pemilihan gubernur harus diulang di empat kabupaten (Gowa, Bantaeng, Bone, dan Tana Toraja) di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada di daerah itu telah menuai kritik dikalangan masyarakat luas.


Putusan MA tersebut memicu berbagai spekulasi. Ada pihak yang mendukung dengan menyatakan agar putusan MA itu harus dihormati dan KPUD Sulsel disarankan segera menyelenggarakan pilkada ulang untuk
menyelesaikan sengketa. Namun disisi lain, ada pihak yang menolak pilkada ulang Sulsel karena tidak memiliki kekuatan hukum dan melanggar konstitusi yang mengatur rezim politik di daerah (UU Pemda No. 32/2004) yang akan membuat semakin kronis kemelut penyelesaian sengketa pilkada.

Beragam interpretasi inilah yang mengakibatkan gesekan-gesekan beraroma politis antara lembaga-lembaga negara (KPUD Sulse-MA), Pegawai Negeri Sipil, DPRD, kelompok masyarakat pendukung pihak-pihak yang bertikai, serta anggota masyarakat lainnya yang ‘terbelah’ diantara pro dan kontra.

Keruhnya sengketa pilkada Sulsel mengandung kecurigaan ada sejumlah pihak yang berusaha menangguk sesuatu dari kemelut penyelesaian sengketa ini. Oleh karena itu, seharusnya MA menentukan suara terbanyak pemenang pilkada jika terjadi sengketa (UU Pemda No. 32/2004, Pasal 106 (7) sesuai dengan kewenangan MA sebagai forum previlegiatum, yaitu peradilan tingkat pertama dan terakhir. Singkatnya MA berperan sebagai wasit dalam menentukan pemenang pilk


Dalam menyelesaikan sengketa pilkada di Sulsel, MA telah mengupayakan segenap kemampuan daya nalar untuk berinovasi dalam hal-hal yang berbau politis. Kecenderungan politis ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar